KETIKA KEBAHAGIAAN DIPERTANYAKAN

by 13.14 0 comment

Bahagia itu sederhana (Ahmad Fuadi dalam trilogi 5 menara). Perasaan bahagia akan menghampiri mereka yang ‘merasa bahagia’. Bahagia bukan hanya diperoleh saat kita mendapatkan sesuatu yang luar biasa. Bahagia bukan hanya datang saat kita memperoleh apa yang kita inginkan. Bahagia bukan hanya dirasakan saat kita mengalami hal-hal baik ataupun terbaik dalam hidup.

Bahagia adalah suatu perasaan yang mengikuti pemikiran individu. Jika kita berpikir kita bahagia, maka kita akan merasa bahagia. Meski saat kita sedang berada dalam kondisi yang luar biasa buruk. Meski kita sedang dalam keterpurukan akibat kegagalan. Meski takdir mungkin sedang menghadapkan kita pada ujian kehidupan yang tergolong ‘sulit’ dikerjakan.

Apa yang dibutuhkan untuk bahagia?

Syukur... Bersyukur atas semua nikmat yang Tuhan berikan. Berterimakasih atas semua kebaikan-Nya, atas semua kehendak-Nya, atas semua skenario yang Dia gariskan sendiri untuk kita. Meski, seringkali jalan yang Dia pilihkan berbeda dengan apa yang kita impikan.

S-Y-U-K-U-R, 5 huruf yang amat sangat sulit untuk diaplikasikan. Sejujurnya, seringkali diriku sendiri mengesampingkan rasa syukur ini. Padahal aku dilahirkan dalam kondisi fisik yang sempurna, tanpa cacat secuilpun. Aku berkesempatan menimba ilmu sebanyak yang aku mau hingga detik ini. Bahkan status ‘mahasiswa’ berhasil aku sandang sekarang. Namun aku jarang bersyukur untuk ini. Padahal sejatinya aku jauh lebih beruntung. Padahal aku mendapatkan kesempatan luar biasa yang tidak semua rakyat negeri ini memperolehnya. Padahal banyak kawanku yang menginginkan posisi ini tapi tidak diberi jalan oleh-Nya. Padahal padahal padahal...

Kenapa aku demikian?

Jawabannya adalah karena aku punya terlalu banyak tuntutan akan hidupku. Aku ingin ini, lalu aku ingin itu, lalu aku akan menginginkan yang lain, bla bla bla. Bahkan jika tuntutanku aku tulis, maka butuh berlembar-lembar kertas untuk menuangkannya. Butuh puluhan tinta untuk menggoreskannya. Butuh berjuta-juta menit untuk memikirkan semua keinginanku. Dan lagi, butuh waktu bertahun-tahun untuk merealisasikan jutaan harapanku itu. Namun, bukan berarti aku tak boleh punya impian. Impian/harapan akan memacu gairah kita dalam menjalani lika-liku kehidupan, karena kita memiliki tujuan, memiliki arah yang hendak dituju. Tapi, adakalanya impian membuat kita kurang bersyukur yang akibatnya dapat mengurangi intensitas kebahagiaan dalam hidup.

Lalu, aku selalu memandang ke atas. Tanpa pernah mengamati yang ada di bawah. Orientasiku hanya ke depan. Dan ini adalah salah besar! Memang, agar gairah hidup terpacu butuh pandangan ke depan dan sosok inspirator. Sayangnya, ada kalanya aku harus melihat apa yang ada di bawahku. Agar aku tidak terlalu terobsesi, ambisius. Agar aku lebih bersyukur. Tatkala aku hanya memandang apa yang ada di atasku, maka aku akan merasa hidupku selalu kurang...

Ada seseorang yang amat sangat mahir bersyukur. Beliau adalah ayahku, inspirasi dan motivator andal dalam hidupku (meski beliau mungkin tidak (akan) pernah menyadarinya :)). Sosok ayah yang sederhana, amat sangat sederhana. Seorang pekerja keras dan jujur. Beliau selalu bersyukur atas semua nikmat yang beliau peroleh. Senyum tak pernah meninggalkan wajah tuanya. Beliau selalu merasa penuh. Merasa bahagia setiap waktu. Meski nikmat yang diperoleh berupa derita. Beliau selalu legowo dengan takdirnya. Meski jalan hidupnya tak selancar jalan tol, bahkan seringkali macet beratus-ratus hari.

Maka...

Sesungguhnya ‘syukur’ adalah obat paling ampuh untuk mengobati luka kehidupan. Dengan banyak bersyukur, perasaan bahagia akan menghampiri. Sebagaimana syukur, bahagia menjadikan hidup lebih bermakna. Mengambil setiap aspek positif dari beraneka warna peristiwa yang menimpa hidup, peristiwa baik atau buruk. Ketika bahagia mampu dirasakan pada setiap kondisi, artinya kita telah berhasil mensyukuri setiap pemberian-Nya.

Maka...

bersyukurlah... yang karenanya manis kebahagiaan akan selalu terasa.

Dan bacalah mantra ajaib ini ketika kita mulai mempertanyakan kebahagiaan:

“Alhamdulillahirabbil’alamin...” – Segala puji bagi Alloh Tuhan semesta alam...

Salam bahagia – Jariyah :)



*pelajaran kecil,
namun butuh waktu belasan tahun untuk memahaminya... ;)

skyavis.blogspot.com

Author

An ordinary person with abundance dreams, very keen on books, movies, and musics.

0 comment:

Posting Komentar